Pages

Senin, 27 Januari 2014

Meraup untung dari penangkaran burung hantu

Sesuatu yang berbau horor di negeri ini nampaknya justru sering mendatangkan rupiah. Tayangan berbau mistis seperti Uji Nyali atau [Masih] Dunia Lain memiliki banyak penggemar. Beberapa film horor juga mampu menghadirkan banyak penonton ke gedung bioskop. Di Jakarta, wahana rumah hantu sedang booming. Kini, yang dekat dengan dunia burung, penangkaran burung hantu pun bisa menghasilkan keuntungan jutaan rupiah per bulan. Tidak percaya?
Adalah Anto Srianto, lelaki asal Surabaya, yang menggeluti penangkaran burung hantu. Pemilik Tekno Tani ini menjalin kerja sama dengan Paguyuban Pusat Pelayanan Agen Hayati (BPAH) Mojopahit, Mojokerto, Jawa Timur. Ia melatih burung ini untuk memburu tikus-tikus yang menjadi musuh petani.
“Saya hanya menjual burung hantu dewasa, usia delapan bulan,” kata Anto, seperti dikutip peluangusaha.kontan.co.id. Jenis burung hantu yang dibudidayakannya adalah barn owl (Tyto alba), dengan harga jual Rp 3,5 juta untuk pembeli di Jawa dan Rp 7,5 juta untuk luar Jawa (sudah termasuk ongkir).
Setiap pembeli akan mendapat sepasang burung hantu (jantan dan betina). Mereka juga mendapat pelatihan singkat mengenai cara perawatan atau pemeliharaan burung hantu.
Entah mengapa burung ini dinamakan burung hantu. Bisa jadi karena hanya muncul di malam hari. Atau, karena mitos bahwa jika kita mendengar suara burung hantu, maka itu merupakan pertanda datangnya hantu. Suara burung hantu, bagi sebagian orang, memang bisa membuat bulu kuduk merinding.
Klasifikasi Ilmiah Burung Hantu (Tyto Alba)
Burung hantu memiliki beberapa spesies, yang berasal dari dua famili yaitu Tytonidae dan Strigidae, dengan beberapa genus. Adapun genus yang banyak dijumpai di Indonesia adalah Tyto, Otus, dan Ninox. Genus Tyto memiliki spesies bernama barn owl (Tyto alba), seperti yang dibudidayakan Anto Sriyanto.
Lain Anto, lain pula Agus Suwarto. Pemilik Roemah Satwa ini membudidayakan Tyto alba bukan untuk membasmi tikus dan ular, tapi sebagai burung hias. Meski kesan menyeramkan masih terlihat, burung ini sebenarnya unik dan eksotik. Terbukti banyak kolektor yang berminat.
Jeli Melihat Peluang 
Burung hantu kini menjadi andalan untuk pemberantasan binatang-binatang pengganggu  sawah, terutama tikus dan ular. Tidak mengherankan jika Dinas Pertanian dan Perkebunan di sejumlah pemerintah kabupaten dan provinsi terus memasyarakatkan penggunaan burung hantu sebagai predator alami. Misalnya Pemkab Sleman, Demak, dan Jombang, serta Pemprov Jateng dan Jatim.
Anto dengan jeli menangkap peluang itu. “Satu pasang burung hantu Tyto alba beserta anak-anaknya bisa memakan 10 ekor tikus per hari. Sebenarnya burung ini mempunyai insting untuk membunuh hingga 30 ekor tikus per hari,” kata Anto.
Omzet penjualannya bisa mencapai Rp 20 juta hingga Rp 50 juta per bulan. Pembelinya pun datang dari berbagai daerah di Indonesia. “Saya baru saja mengirim burung hantu ke Kendal, Gorontalo, Lampung dan Kalimantan. Kalimantan beli  tujuh pasang untuk pengendalian tikus di perkebunan kelapa sawit,” tutur Anto.
Kalau Anto hanya menjual burung hantu dewasa (umur 8 bulan), Agus justru menjualnya pada usia sangat muda: 2 bulan. Harganya pun jauh lebih murah, rata-rata Rp 250.000 / ekor. Omzet penjualannya mencapai Rp 3 juta / bulan.
Budidaya burung hantu dapat dilakukan dengan membeli sepasang induk di pasaran. Burung ini dikenal setia terhadap pasangannya. Induk betina hanya mengalami dua kali periode peneluran dalam setahun. Setiap periode peneluran bisa menghasilkan 6-12 butir telur, dengan daya tetas mencapai 90%. Artinya, dari 10 telur yang dierami, sembilan diantaranya akan menetas.
Untuk memudahkan perawatan, kata Anto Srianto, anak burung  yang baru menetas jangan dipisahkan dulu dari indukannya. Biarkan indukan yang membesarkan. Untuk itu, perlu dibuatkan kandang agak besar, dengan panjang 90 cm, lebar 60 cm, dan tinggi 40 cm. Adapun pintu  memiliki panjang 13 cm dan lebar 13 cm,” jelasnya.
Induk dan Anakan Burung Hantu (Tyto Alba)
Satu kandang hanya diisi sepasang induk dewasa. Sebab burung hantu tidak mau berbagi kandang dengan pasangan lain. Mereka pasti akan bertengkar. Anak yang menetas dipelihara dalam kandang yang sama. Ketika usianya sudah mencapai empat bulan, anakan bisa dilatih mencari makan sendiri.
“Sebelum berusia empat bulan, kebutuhan pakan buat anak burung ini dipenuhi oleh indukannya sendiri. Induk mencari makan untuk anaknya dengan  berburu tikus di sawah. Karena itu, sebaiknya lokasi tempat budidaya dekat dengan sawah atau kebun,” kata Anto.
Jangkauan berburu burung ini bisa mencapai 12 kilometer (km) dari sangkarnya. Ia akan kembali ke kandang dengan membawa hasil tangkapan ke sangkar. Jadi sejak kecil, anak burung hantu sudah makan daging-dagingan.
Sebagai patokan, sepasang induk dan anak-anaknya rata-rata menghabiskan 10 ekor tikus per hari.  Apabila jumlah tikus hasil berburu alami kurang, Anto akan memberikan tikus putih sebagai pakan tambahan.
Burung hantu akan berburu selepas maghrib dan tertidur setelah makan. Menurut Anto, kandang harus dibuat sangat rapat, sehingga burung yang tertidur di siang hari tidak terganggu sinar matahari. Sinar matahari tidak boleh masuk kandang, karena mereka tak akan kerasan tinggal di kandang. Itu sebabnya, burung ini hanya keluar di malam hari.
Agus Suwarto juga kerap menambahkan menu lain untuk burung hantu, yaitu usus ayam yang dicacah-cacah. Pakan diberikan dua kali dalam sehari. Dengan jumlah pakan yang cukup, burung hantu akan tumbuh dengan baik.
“Burung hantu rentan terkena virus yang juga menyerang ayam. Makanya, jika di sekitar kandang burung hantu ada ayam yang sakit, maka kemungkinan besar burung hantu juga akan terjangkiti penyakit sama,” ujar Agus.

sumber : http://omkicau.com/

0 komentar:

Posting Komentar