Secara umum saling bermaafan itu dilakukan kapan saja, tidak harus menunggu event Ramadhan atau Idul Fithri. Karena memang tidak ada hadits atau atsar yang menunjukkan ke arah sana.
Namun kalau kita mau telusuri lebih jauh, mengapa sampai muncul trend demikian, salah satu analisanya adalah bahwa bulan Ramadhan itu adalah bulan pencucian dosa. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW tentang hal itu.
عن أَبي هريرة أنَّ رسول الله ، قَالَ: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيماناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ متفقٌ عَلَيْهِ
Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang menegakkan Ramadhan dengan iman dan ihtisab, maka Allah telah mengampuni dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari dan Muslim)
Kalau Allah SWT sudah menjanjikan pengampunan dosa, maka tinggal memikirkan bagaimana meminta maaf kepada sesama manusia. Sebab dosa yang bersifat langsung kepada Allah SWT pasti diampuni sesuai janji Allah SWT, tapi bagaimana dengan dosa kepada sesama manusia?
Jangankan orang yang menjalankan Ramadhan, bahkan mereka yang mati syahid sekalipun, kalau masih ada sangkutan dosa kepada orang lain, tetap belum bisa masuk surga. Oleh karena itu, biar bisa dipastikan semua dosa terampuni, maka selain minta ampun kepada Allah di bulan Ramadhan, juga meminta maaf kepada sesama manusia, agar bisa lebih lengkap. Demikian latar belakangnya.
Maka meski tidak ada dalil khusus yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW melakukan saling bermafaan menjelang Ramadha, tetapi tidak ada salahnya bila setiap orang melakukannya. Memang seharusnya bukan hanya pada momentum Ramadhan saja, sebab meminta maaf itu dilakukan kapan saja dan kepada siapa saja. Idealnya yang dilakukan bukan sekedar berbasa-basi minta maaf atau memaafkan, tetapi juga menyelesaikan semua urusan. Seperti hutang-hutang dan lainnya. Agar ketika memasuki Ramadhan, kita sudah bersih dari segala sangkutan kepada sesama manusia.
Bermaafan boleh dilakukan kapan saja, menjelang Ramadhan, sesudahnya atau pun di luar bulan itu. Dan rasanya tidak perlu kita sampai mengeluarkan vonis bid’ah bila ada fenomena demikian, hanya lantaran tidak ada dalil yang bersifat eksplisit.
Sebab kalau semua harus demikian, maka hidup kita ini akan selalu dibatasi dengan beragam bid’ah. Bukankah ceramah tarawih, ceramah shubuh, ceramah dzhuhur, ceramah menjelang berbuka puasa, bahkan kepanitiaan i’tikaf Ramadhan, pesantren kilat Ramadhan, undangan berbuka puasa bersama, semuanya pun tidak ada dalilnya yang bersifat eksplisit?
Lalu apakah kita akan mengatakan bahwa semua orang yang melakukan kegiatan itu sebagai ahli bid’ah dan calon penghuni neraka? Kenapa jadi mudah sekali membuat vonis masuk neraka?
Apakah semua kegiatan itu dianggap sebagai sebuah penyimpangan esensial dari ajaran Islam? Hanya lantaran dianggap tidak sesuai dengan apa terjadi di masa nabi?
Kita umat Islam tetap bisa membedakan mana ibadah mahdhah yang esensial, dan mana yang merupakan kegiatan yang bersifat teknis non formal. Semua yang disebutkan di atas itu hanya semata kegiatan untuk memanfaatkan momentum Ramadhan agar lebih berarti. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan niat untuk merusak dan menambahi masalah agama.
Namun kita tetap menghormati kecenderungan saudara-saudara kita yang gigih mempertahankan umat dari ancaman dan bahaya bid’ah. Isnya Allah niat baik mereka baik dan luhur.
(source: google, eoc)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar